Rahmat Purnomo mantan pendeta : Ujung Pencarian memperoleh Rahmat Islam
Friday, 14 September 2007 18:04
Ia
adalah seorang laki-laki keturunan, sang ayah Holandia dan ibu
Indonesia dari Kota Ambon yang terletak di pulau kecil di ujung timur
kepulauan Indonesia. Kristen adalah agama yang diwariskan keluarganya
dari bapak dan kakeknya. Kakeknya adalah seorang yang punya kedudukan
tinggi pada agama kristen yang bermadzhab protestan, bapaknya juga
demikian, namun ia bermadzhab Pantikosta. Sedangkan ibunya sebagai
pengajar injil untuk kaum wanita, adapun dia sendiri juga punya
kedudukan dan sebagai ketua bidang dakwah di sebuah Gereja Bethel Injil
Sabino.
Tidak terbetik dalam hatiku walau sedikit pun untuk menjadi
seorang muslim, sebab sejak kecil aku mendapatkan pelajaran dari orang
tuaku yang selalu mengatakan padaku bahwa Muhammad adalah seorang
laki-laki badui, tidak punya ilmu, tak dapat membaca dan menulis.
Bahkan
lebih dari itu, aku telah membaca buku Profesor Doktor Ricolady,
seorang nasrani dari Prancis bahwa Muhammad itu seorang dajjal yang
tinggal di tempat kesembilan dari neraka. Demikianlah kedustaan itu
dibuat untuk menjatuhkan pribadi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sejak itulah tertanam pada diriku pemikiran salah yang mendorongku untuk
menolak Islam dan menjadikannya sebagai agama.
Pada suatu hari
pimpinan gereja mengutusku untuk berdakwah selama tiga hari tiga malam
di Kecamatan Dairi, letaknya cukup jauh dari ibu kota Medan yang
terletak di sebelah selatan pulau Sumatra Indonesia. Setelah selesai,
aku hendak menemui penanggung jawab gereja di tempat itu. Tiba-tiba
seorang laki-laki muncul di hadapanku, lalu bertanya dengan pertanyaan
aneh, “Engkau telah mengatakan bahwa Isa Al-Masih adalah tuhan, mana
dalilmu tentang ketuhanannya?” Aku menjawab, “Baik ada dalil ataupun
tidak, perkara ini tidak penting bagimu, jika kamu mau beriman
berimanlah, jika tidak kufurlah.”
Namun, ketika aku pulang ke
rumah, suara laki-laki itu mengganggu pikiranku dan selalu
terngiang-ngiang di telingaku, mendorongku untuk melihat Kitab Injil
mencari jawaban yang benar dari pertanyaannya. Telah diketahui bahwa di
sana ada empat kitab Injil yang berbeda-beda, salah satunya MATHIUS,
yang lainnya MARKUS, yang ketiga LUKAS, dan yang keempat YOHANNES,
semuanya buatan manusia. Ini aneh sekali, aku bertanya-tanya pada
diriku, “Apakah Al Qur’an dengan nuskhoh yang berbeda-beda juga buatan
manusia?” Aku mendapatkan jawaban yang tak bisa lari darinya yakni
dengan pasti, “Bukan!”
Aku mempelajari keempat Injil tersebut,
lalu apa yang kudapatkan? Injil MATHIUS berbicara apa tentang Al-Masih
Isa ‘alaihis salam? Kami membaca di dalamnya sebagai berikut,
“Sesungguhnya Isa Al-Masih bernasab kepada Ibrohim dan kepada Daud…”
(1-1), lalu kalau begitu siapa Isa? Bukankah ia anak manusia? Ya, kalau
begitu dia manusia. Injil LUKAS berkata, “Dialah yang merajai atas rumah
Ya’kub untuk selama-lamanya. Kerajaannya tidak akan berakhir.” (1-33).
Dan Injil MARKUS berkata, “Inilah silsilah yang menasabkan Isa Al Masih
anak Allah.” (1). Dan yang terakhir injil YOHANNES berbicara apa tentang
Isa Al Masih? Ia berkata, “Pada awalnya ia adalah kalimat, dan kalimat
itu di sisi Allah, maka kalimat itu adalah Allah.” (1:1). Makna dari
nash ini dia pada awalnya adalah Al-Masih dan Al-Masih di sisi Allah,
maka Al-Masih adalah Allah.
Aku bertanya pada diriku, “Berarti di
sana ada perbedaan yang jelas pada empat kitab ini seputar dzat Isa
‘alaihis salam, apakah ia manusia ataukah anak Allah ataukah Raja
ataukah Allah? Hal itu telah menyulitkanku dan aku belum menemukan
jawabannya. Di sini aku ingin bertanya kepada teman-temanku orang-orang
kristen, “Apakah didapatkan dalam Al-Qur’an pertentangan antara satu
ayat dengan yang lainnya?” Pasti tidak! Kenapa? Karena Al-Qur’an datang
dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala, adapun Injil-injil ini hanyalah
buatan manusia. Kalian tahu dan tidak ragu kalau Isa ‘alaihis salam
sepanjang hidupnya berdakwah kepada Allah di sana-sini, kita patut
bertanya: apa landasan awal yang dida’wahkan oleh Isa ‘alaihis salam?
Ini
Injil MARKUS berkata, “Seseorang datang dari Al Katbah, ia mendengar
mereka berbincang-bincang, ketika terlihat bahwa ia adalah (Al-Masih)
mereka menerimanya dengan baik, menanyainya tentang ayat wasiat pertama?
Ia menjawab sambil berjalan: Sesungguhnya wasiat yang pertama ialah
‘Dengarkan wahai Bani Israil! Rabb Tuhan kita adalah Rabb yang Esa.’”
(12: 28-29). Inilah pengakuan yang jelas dari Isa ‘alaihis salam, jadi
kalau Isa telah mengaku bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa/Satu, maka
siapakah Isa kalau begitu? Jika Isa adalah Allah juga, maka takkan
pernah ada keesaan bagi Allah. Bukankah begitu?
Kemudian, aku
lanjutkan pencarianku dan aku temukan pada Injil YOHANNES nash-nash yang
menunjukkan doa dan ketundukan Isa Al-Masih ‘alaihis salam kepada Allah
subhanahu wa ta’ala. Aku bertanya pada diriku: Jika sekiranya Isa
adalah Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, lalu apakah ia
membutuhkan kepada ketundukan dan doa? Tentu tidak! Oleh karena itu, Isa
bukan tuhan tetapi dia adalah makhluk seperti kita. Simaklah bersamaku
doa yang terdapat dalam injil YOHANNES, inilah nash doanya: “Inilah
kehidupan yang abadi agar mengetahui bahwa Engkaulah Tuhan yang hakiki,
dan berjalanlah Al-Masih yang Engkau telah mengutusnya, aku pekerjamu di
bumi, amal yang Engkau telah berikan padaku ialah amalan yang aku telah
menyempurnakannya.” (17-3-4). Ini do’a yang panjang, yang akhirnya
berkata, “Wahai Rabbul Baar, sesungguhnya alam tidak mengenalMu, adapun
aku mengenalMu dan mereka telah mengetahui bahwa Engkau telah mengutusku
dan Engkau telah mengenalkan mereka akan namaMu dan aku akan
mengenalkan mereka agar pada mereka ada kecintaan seperti Engkau telah
mencintaiku.” (17-25-26).
Doa ini menggambarkan pengakuan Isa
‘alaihis salam bahwa Allah Dialah Yang Maha Esa dan Isa adalah utusan
Allah yang diutus pada kaum tertentu, bukan pada seluruh manusia,
siapakah kaumnya itu? Kita baca dalam Injil MATHIUS (15:24) di mana ia
berkata, “Aku tidak diutus, melainkan pada kaum di rumah Isra’il yang
sasar.” Kalau demikian, jika kita gabungkan pengakuan-pengakuannya ini
dengan yang lainnya, sangat mungkin untuk kita katakan bahwa, “Allah
adalah Tuhan Yang Esa dan Isa adalah utusan Allah kepada Bani Isroil.”
Kemudian kulanjutkan pencarianku, maka aku teringat saat aku sholat aku
selalu membaca kalimat berikut: (Allah Bapak, Allah Anak, Allah Roh
Qudus, tiga dalam satu). Aku berkata pada diriku: Perkara yang sangat
aneh! Kalau kita bertanya pada siswa kelas satu sekolah dasar “1 + 1 + 1
= 3 ?” Pasti akan menjawab “ya”. Kemudian, jika kita katakan padanya,
“Akan tetapi 3 juga = 1?” Tentu dia takkan menyepakati hal itu, sebab di
sana terdapat pertentangan yang jelas pada apa yang kami ucapkan,
karena Isa ‘alaihis salam berkata dalam Injil seperti yang kami lihat
bahwa Allah Esa tidak ada serikat baginya.
Telah terjadi
pertentangan kuat antara aqidah yang menancap di jiwaku sejak kecil,
yakni: tiga dalam satu, dengan apa yang diakui Isa Al-Masih sendiri
dalam kitab-kitab injil yang ada di tengah-tengah kita sekarang bahwa
sesungguhnya Allah itu satu tidak ada serikat baginya. Mana dari
keduanya yang paling benar? Belum ada usahaku untuk mengikrarkannya
waktu itu, namun yang benar dikatakan bahwa sesungguhnya Allah itu
Esa/satu. Kemudian, aku cari lagi dari kitab injil dari awal, barangkali
aku temukan apa yang kuinginkan. Sungguh telah kutemukan dalam
pencarianku nash berikut ini: “Ingatlah wali-wali sejak dulu, karena
sesungguhnya Aku adalah Allah, sedang yang lainnya bukan tuhan dan tak
ada yang menyerupaiku.” (46: 9).
Sungguh perkara yang menakjubkan
saat aku berpegang teguh dengan Islam, aku mendapatkan dalam surat
Al-Ikhlash firman Allah Ta’ala, “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung padaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan
tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.” Ya, selama kalam itu adalah kalam Allah, maka tidak akan berbeda
di manapun didapatkannya. Inilah pelajaran pertama pada agamaku
masihiyyah yang dulu, dengan demikian “tiga dalam satu” tidak ada
keberadaannya dalam jiwaku.
Adapun pelajaran kedua dalam agama
masihiyyah bahwa di sana ada yang disebut dengan warisan dosa atau
kesalahan awal, maksudnya ialah bahwa dosa yang diperbuat Adam ‘alaihis
salam ketika memakan buah yang diharamkan dari pohon yang berada di
surga, pasti seluruh anak manusia akan mewarisi dosa ini. Sekalipun
janin yang berada dalam rahim ibu akan menanggung dosa ini dan akan
lahir dalam keadaan berdosa. Apakah ini benar atau salah? Aku cari
tentang kebenaran hal tersebut. Aku merujuk pada Perjanjian Lama, di
tengah pencarianku, aku menemukan pada hizqiyal sebagai berikut,
“Seorang anak tidak menanggung dari dosa seorang bapak. Seorang bapak
tidak menanggung dari dosa seorang anak …” (hizqiyal: 18: 20-21).
Barangkali
yang cocok untuk kami sebutkan di sini apa yang dikatakan Al-Qur’anul
Karim pada masalah ini, “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain …” Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitroh, kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi atau menjadikannya Nashrani
atau menjadikannya Majusi.” Inilah dia kaidah dalam Islam dan
menyepakatinya apa yang ada/datang dalam injil, lalu bagaimana bisa
dikatakan bahwa kesalahan Adam akan berpindah dari satu generasi ke
generasi lainnya, dan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa?
Aku
melanjutkan pencarianku tentang beberapa hal yang berkaitan dengan
keyakinan, pada suatu hari kuletakkan Injil dan Al-Quran di depanku,
kutujukan pertanyaan pada Injil, “Apa yang engkau ketahui tentang
Muhammad?” Jawabannya: tidak ada, karena nama Muhammad tidak terdapat
dalam Injil. Kemudian kutujukan pertanyaan berikutnya pada Isa seperti
Al-Quran telah bercerita tentangnya, “Wahai Isa ibnu Maryam, apa yang
engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: sungguh Al Quran telah
menyebutkan perkara yang tidak ada keraguan sedikit pun bahwa seorang
Rasul yang pasti akan datang setelahku namanya adalah Ahmad. Allah
berfirman atas lisan Isa ‘alaihis salam, “Dan ingatlah ketika Isa putra
Maryam berkata: Hai bani Isroil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurot dan
memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang
sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad), maka tatkala Rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini
adalah sihir yang nyata.” (QS Ash Shaff: 6). Lihatlah! Mana yang
benar?!
Di sana ada satu Injil, yakni Injil BARNABAS, berbeda
dengan empat Injil yang telah kusebutkan sebelumnya, namun sayang para
pemuka-pemuka agamanya (Nashrani) mengharamkan pengikutnya untuk
mentelaahnya. Tahukah kenapa? Yang paling benar ialah karena inilah
satu-satunya Injil yang memuat kabar gembira tentang Muhammad, di
dalamnya terdapat beberapa tambahan dan penyimpangan yang sangat,
seperti halnya tedapat pula kenyataan yang sesuai dengan apa yang ada
dalam Al Quran Al Karim. Dalam Injil Barnabas (Ishaah: 163), “Waktu itu
para murid bertanya kepada Al Masih: Wahai guru! Siapa yang akan datang
sesudahmu? Al Masih menjawab dengan senang dan gembira: Muhammad utusan
Allah pasti akan datang sesudahku bagaikan awan putih akan menaungi
orang-orang yang beriman seluruhnya.”
Kemudian, kubaca lagi ayat
lainnya dari Injil Barnabas yakni ucapannya pada (Ishaah: 72), “Waktu
itu seorang murid bertanya kepada Al-Masih: Wahai guru! Saat Muhammad
datang apa tanda-tandanya hingga kami mengenalnya? Al-Masih menjawab:
Muhammad tidak akan datang pada masa kita, tetapi akan datang setelah
seratus tahun kemudian ketika Injil diubah (direkayasa) dan orang-orang
yang beriman kala itu jumlah mereka tidak sampai tiga puluh orang, maka
ketika itu Allah subhanahu wa ta’ala akan mengutus penutup para Nabi dan
Rasul-rasul, yaitu Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Telah
disebutkan berulang-ulang yang demikian itu dalam Injil Barnabas, aku
telah menghitungnya dan kudapatkan sebanyak empat puluh lima ayat
menyebutkan tentang Muhammad. Aku sebutkan dua ayat di atas di antaranya
sebagai satu bukti.
Setelah ini semua, aku berazzam untuk keluar
dari gereja dan tidak akan pernah pergi lagi padanya, saat ini tidak
ada di hadapanku, kecuali Islam. (Lihat kitab ‘Uluwul Himmah, karya
Muhammad Ahmad Ismail Al-Muqoddim).
Para pembaca rahimakumullah
demikianlah Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai rahmat bagi semesta alam, menuntut kita selaku para pemeluknya
untuk bersyukur. Allah berfirman, “Jika kamu kafir maka sesungguhnya
Allah tidak memerlukan (iman)mu, dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi
hamba-Nya, dan jika kamu bersyukur niscaya Dia meridhoi kesyukuranmu
itu, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang
tersimpan di (dada)mu.” (QS Az Zumar: 7).
Di sini ada beberapa hal yang perlu untuk kita perhatikan, wallahul haadi ila sabilir rosyad.
Pertama:
manusia itu satu umat, memeluk agama yang satu. Allah berfirman,
“Manusia dahulunya hanyalah satu umat kemudian mereka berselisih, kalau
tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu,
pastilah telah diberi keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka
perselisihkan itu.” (QS Yunus: 19).
Kedua: Islam adalah agama
tauhid. Allah berfirman, “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu) tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi
Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al
Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka, barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat
Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya. Kemudian jika
mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam) maka katakanlah: Aku
menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang
mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al
Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Apakah kamu (mau) masuk Islam?’
Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk,
dan jika mereka berpaling maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah) dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali
Imron: 18-20).
Ketiga: Aqidah tauhid adalah fitrah manusia. Allah
berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka
menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan). Atau agar kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya
orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang
kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka
apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang
sesat dahulu.” (QS Al A’raaf: 172-173).
Keempat: Petunjuk Allah
mutlak harus diikuti. Allah berfirman, “… Katakanlah sesungguhnya
petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu
percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang
diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan
mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu. Katakanlah sesungguhnya karunia
itu di tangan Allah, Allah memberikan karunianya kepada siapa yang
dikehendakinya. Dan Allah maha luas karunianya lagi maha mengetahui.”
(QS Ali Imron: 73).
Kelima: Isa ‘alaihis salam adalah Nabi dan
Rasul Allah. Allah berfirman, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu
melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap
Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam itu
adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang
disampaikan-Nya kepada Maryam dan dengan (tiupan roh) dari-Nya. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan, ‘(Tuhan itu) tiga’. Berhentilah (dari ucapan itu). Itu lebih
baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah
dari mempunyai anak. Segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya, cukuplah Allah sebagai pemelihara.” (QS An Nisaa: 171).
Walhamdulillahi
robbil alamin. Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari. Diambil
dari Buletin Al-Wala’ wal-Bara’(swaramuslim.net)
"Setelah seorang
keturunan Tionghoa menjadi muslim, maka keadaannya sungguh berlainan.
Antara si pribumi (yang umumnya beragama Islam) dan nonpri keturunan
Tionghoa yang masuk Islam, terjalin suatu hubungan batin yang luar biasa
menakjubkan. Persamaan agama, dalam hal ini Islam, menciptakan hubungan
mesra dan mengharukan sebagai saudara seagama. Berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadits, arti dan nilai saudara sekandung tidak lebih besar dari
saudara seagama. Bahkan, saudara sekandung bisa berbeda agama dengan
segala konsekuensinya di akhirat. Sedangkan, saudara seagama sifatnya
abadi di dunia maupun di akhirat." Junus Jahja